Author: iainata

Penyembelihan Harus Satu Kali?

Dalam buku ajar ini dijelaskan bahwa ulama sepakat bahwa penyembelihan yang sah syaratnya dilakukan dalam satu kali proses penyembelihan. Oleh Karena itu, penyembelihan harus dilakukan dengan kuat dan cepat tanpa mengangkat alat potong. Sebagaimana dalam gambar berikut:

Bagaimana menurut fikih mu’tabar penjelasan dalam buku tersebut?

Pertama, redaksi “menyembelih satu kali” itu memang ditemukan dalam beberapa fikih mu’tabar, antara lain dalam kitab Hasyiah Al-Syaikh Ibrahim al-Baijuri berikut:

ويكون قطع ما ذكر دفعة واحدة، لا في دفعتين

Artinya: Memotong hewan tersebut harus satu kali, tidak boleh dua kali. (Al-Baijuri, Hasyiah Al-Syaikh Ibrahim al-Baijuri, [Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1971], Juz II, halaman 458).

 

Namun penjelasan ta’bir dalam kitab ini sangat detail dan luas, sehingga mengutip secara parsial (sepotong-potong) sebagaimana yang dilakukan penulis buku ajar itu akan menimbulkan pemahaman yang keliru bagi peserta didik dan masyarakat. Dengan redaksi dalam buku ajar itu, setiap penyembelihan yang dilakukan dua kali akan dinyatakan tidak sah dan hewannya disebut bangkai, sedangkan dalam kajian fikih mu’tabar tidak demikian. Dalam kitab al-Fiqih Ala al-Madzahib al-Arba’ah misalnya dijelaskan penyembelihan dua kali itu tidak apa-apa selama masih mustaqirrah (kehidupan yang tetap), sebagaimana berikut:

فإن كان الفعل الثاني منفصلا عن الأول عرفا اشترط أن تكون في الحيوان المستقرة

Artinya: Jika tindakan penyembelihan yang kedua terpisah dari yang pertama secara urf, maka hewan itu harus ada kehidupan yang tetap. (Syaikh Abdu al-Rahman al-Jazairi, al-Fiqih Ala al-Madzahib al-Arba’ah, [Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1971], halaman 654).

 

Bahkan keharusan untuk mustaqirrah itu jika jedanya lama antara penyembelihan yang pertama dan kedua. Jika tidak lama, maka tidak harus, sebagaimana penjelasan Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi berikut:

ولا يشترط وجود الحياة المستقرة في دفعة الفعل الثاني الا ان طال الفصل بين الفعلين فلا بد من وجود الحياة المستقرة اول الفعل الثاني

Artinya: Tidak disyaratkan adanya kehidupan yang tetap dalam tindakan sembelihan kedua jika jeda itu lama antara dua tindakan tersebut, maka harus adanya kehidupan yang tetap di awal tindakan yang kedua. (Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi, Tanwir al-Qulub, halaman 237).

 

Kedua, menyembelih dua kali itu banyak dilakukan masyarakat, karena tuntutan keadaan yang sering terjadi dalam proses penyembelihan. Contoh 1. Hewan yang disembelih sangat kebal, sehingga sekalipun sudah disembelih satu kali masih hidup sebagaimana biasanya, bahkan kadang terbang kemana-mana. Pada lazimnya dalam kondisi seperti ini dilakukan penyembelihan lagi. 2. Setelah penyembelihan pertama terlihat leher belum terpotong secara utuh, sehingga dilakukan penyembelihan berikutnya untuk memastikan terpotong semua. 3. Gerakan keras hewan yang disembelih kadang menyebabkan pisau bergeser, sehingga dilakukan penyembelihan lebih lanjut.

Penjelasan buku ajar yang mengharuskan satu kali penyembelihan itu dapat memvonis kasus-kasus penyembelihan dalam masyarakat ini tidak sah dan hewannya menjadi bangkai, sedangkan dalam konklusi hukum fikih yang mu’tabar tidak demikian.

Maka sangat relevan jika dalam kitab Tanwir al-Qulub redaksi “menyembelih satu kali” itu langsung dibahasakan tidak disyaratkan, karena secara substansial dengan penjelasan yang rinci disimpulkan bahwa menyembelih satu kali itu tidak disyaratkan selama sesuai dengan prosedur yang ditentukan, sebagaimana berikut:

ولايشترط في قطع ذلك ان يكون دفعة واحدة فلو قطع باكثر كما لو رفع السكين فاعادها فورا او القاها لكللها واخذ غيرها او سقطت منه فاخذها او قلبها وقطع ما بقي وكان فورا حل

Artinya: Tidak disyaratkan memotong hewan itu satu kali. Kalau memotong lebih dari satu kali, seperti pisaunya terangkat atau pisaunya tumpul lalu mengambil pisau yang lain atau pisaunya terjatuh atau membalikkan pisaunya maka memotong bagian yang tersisa harus dengan sesegera mungkin, agar hewannya halal dimakan. (Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi, Tanwir al-Qulub, halaman 237).

 

Dengan demikian, keharusan menyembelih satu kali dalam buku ajar tersebut merupakan penjelasan yang tidak lengkap, sehingga memungkinkan pemahaman yang salah di masyarakat. Bahkan materi dalam buku ajar ini akan menjadi rujukan untuk mengusik praktik penyembelihan yang lazim dianggap legal di masyarakat.

Buku ajar yang semestinya dihadirkan untuk menyelesaikan problematika di masyarakat, justru mempersoalkan praktik hukum yang tidak masalah menurut fikih mu’tabar. Karenanya, materi buku ajar ini dinilai tidak relevan menjadi rujukan yang representatif di sekolah/madrasah.

Penulis: Tim UKM Literasi IAI NATA Sampang

Gelar Rapat Evaluasi Internal Perkuliahan dalam upaya meningkatkan kualitas Pendidikan

Sampang, Institut Agama Islam Nazhatut Thullab Sampang (IAI NATA) Sampang mengadakan Rapat Evaluasi Perkuliahan dan Progres Akreditasi untuk Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) dan Program Studi Perbankan Syriah (PBS). Acara ini dilaksanakan di Ruang Rapat IAI NATA Sampang Sabtu,15/06/2024, dan dihadiri oleh Rektor, staf akademik, dan Staf Akreditasi.

Rektor IAI NATA Sampang, Rifki Rufaida, M.H. dalam sambutannya mengungkapkan pentingnya rapat evaluasi ini sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di kampus. “Evaluasi ini bukan hanya untuk mengetahui sejauh mana capaian kita, tetapi juga untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan agar sesuai dengan standar akreditasi nasional,” ujarnya.

Selama rapat, dibahas berbagai aspek perkuliahan yang meliputi kurikulum, metode pengajaran, ketersediaan fasilitas, dan partisipasi mahasiswa. Evaluasi tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan masukan serta solusi yang konstruktif guna meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar di kedua program studi.

Selain itu, rapat juga menyoroti progres akreditasi untuk PGMI dan PBS. Ketua Program Studi PGMI, Dr. Muqoffii,M.Pd. menyampaikan bahwa program studi yang dipimpinnya telah melakukan berbagai persiapan untuk menghadapi akreditasi. “Kami terus melakukan perbaikan dari sisi administrasi, dokumentasi, hingga peningkatan kompetensi dosen dan fasilitas pendukung,” tuturnya.

Sementara itu, Program Studi Perbankan Syariah (PBS), Nasrul Hadi,MM menggarisbawahi pentingnya sinergi antara dosen, mahasiswa, dan manajemen kampus dalam mencapai akreditasi yang diinginkan. “Kerja sama dan komunikasi yang baik antara semua pihak sangat diperlukan untuk mencapai hasil yang maksimal,” katanya.

Dalam penutupan rapat, disepakati beberapa rencana tindak lanjut yang akan segera diimplementasikan. Di antaranya adalah peningkatan workshop bagi dosen, pengembangan e-learning, serta penambahan sarana dan prasarana pendidikan. Rapat ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi IAI NATA Sampang untuk terus berinovasi dan memberikan kontribusi terbaik bagi dunia pendidikan.

Dengan adanya evaluasi rutin seperti ini, IAI NATA Sampang berkomitmen untuk selalu meningkatkan kualitas pendidikan dan memastikan lulusan yang kompeten dan berdaya saing tinggi.

Mahasiswa HKI IAI NATA Sampang dan Lembaga Falakiyah PC NU Sampang, Melaksanakan Kegiatan Rukyatul Hilal

Sampang, Mahasiswa HKI IAI NATA Sampang dan Lembaga Falakiyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sampang gelar pelaksanaan rukyatul hilal untuk menentukan awal bulan Dzulhijjah 1445 H, bertempat di Pelabuhan Taddan Sampang, jum’at 7/06/24.

Kegiatan yang dimulai pada sore hari ini dihadiri oleh para tokoh agama, akademisi, dan masyarakat setempat. Ketua Lembaga Falakiyah NU Sampang, Achmad Su’udi, dalam sambutannya menyampaikan pentingnya kegiatan rukyatul hilal sebagai bagian dari ibadah dan pengamalan ilmu falak dalam Islam. “Rukyatul hilal bukan hanya tradisi, tetapi juga bentuk kepatuhan kita dalam menentukan awal bulan Hijriyah dengan cara yang diajarkan oleh Rasulullah,” ujarnya.

Mahasiswa HKI IAI Nata Sampang turut berpartisipasi aktif dalam kegiatan ini. Mereka mendapatkan kesempatan untuk belajar langsung tentang proses pengamatan hilal dan teknik-teknik yang digunakan dalam rukyatul hilal. Salah satu mahasiswi, Juwairiyah, mengungkapkan rasa syukurnya bisa ikut serta dalam kegiatan ini. “Pengalaman ini sangat berharga bagi kami, karena kami bisa mempraktikkan langsung ilmu yang telah dipelajari di bangku kuliah,” ungkap Juwai.

Selain pengamatan hilal, acara ini juga diisi dengan diskusi ilmiah mengenai ilmu falak dan peran pentingnya dalam kehidupan umat Islam. Diskusi ini dipandu oleh Moh Husaini, seorang dosen falak di IAI Nata Sampang. Dalam paparannya, Moh Husaini menjelaskan tentang berbagai metode rukyatul hilal dan bagaimana teknologi modern dapat membantu dalam proses ini.

Acara rukyatul hilal di Pelabuhan Taddan ditutup dengan doa bersama yang dipimpin oleh Kyai Syafik, memohon kepada Allah SWT agar memberikan kemudahan dan keberkahan dalam setiap langkah yang diambil. Para peserta pun pulang dengan membawa ilmu dan pengalaman baru yang bermanfaat.

Kegiatan rukyatul hilal ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya ilmu falak dan memperkuat hubungan antara akademisi dan masyarakat dalam mengamalkan ajaran Islam.